Makam Ratu Trah Mataram di Gunung Bancak: GBRAy Maduretno dan KRAH Ronggo Prawirodirjo III
Makam GBRAy Maduretno dan KRAH Ronggo Prawirodirjo III oleh masyarakat sekitar disebut juga dengan nama Sarean Ratu, adapula yang menyebutnya dengan pesarean
Eyang Ronggo. Dalam bahasa jawa sarean berati kuburan sedangkan eyang
berarti kakek.
![]() |
Makam Ratu GBRAy Maduretno/brisik.id |
Identitas
G.B.R.Ay (Gusti Bendoro Raden Ayu) Madureto adalah anak dari SriSultan Hamengkubuwono II (Raden Mas Sundoro) dari Ibu G.K.R (Gusti Kanjeng Ratu)
Kedhaton (1750-1820) yang merupakan anak dari Bupati Magetan Kanjeng Raden
Adipati Purwodiningrat. Sedangkan K.R.A.H Ronggo Prawirodirjo III adalah putra
dari Raden Mangundirjo (Prawirodirjo II) yang menjabat sebagai Bupati Wedoo Mancanegara
Timur atau yang saat ini kita kenal dengan nama Madiun.
![]() |
Sri Sultan Hamengkubuwana II /https://id.wikipedia.org/ |
Baca juga : warisan seni membatik dari kerajaan Mataram
Lokasi
Lokasi makam ini berada di Gunung Bancak, Desa Giripurno, Kecamatan
Kawedanan, Kabupaten Magetan. Akses jalan ke tempat ini cukup mudah karena
jalan sudah di aspal bagus, namun untuk kendaraan besar seperti bus tidak bisa
masuk karena jalan terlalu sempit. Untuk mencapai lokasi ini kami sudah
menandai google maps jadi tidak perlu khawatir akan kesasar.
Di beberapa titik akses menuju lokasi ada jalan menukik jadi kami sarankan untuk berhati-hati ketika menanjak atau menurun dan gunakan gigi 1 atau 2 untuk kendaraan roda 2.
![]() |
Pesarean Ratu GBRAy Maduretno dan Ronggo Prawirjo Dirjo III/brisik.id |
Sekilas Perjalanan Hidup
K.R.A.H Ronggo Prawirodirjo III ketika sudah memperistri G.B.R.Ay
Maduretno menjabat sebagai Bupati Madiun dan juga sebagai pensehat Sultan Hamengkubuwono
II bersama Adipati Danurejo II dan Tumenggung Sumodiningrat. Beliau memiliki 3
istana yaitu Yogyakarta, Maospati, dan Wonosari, dari 3 istana ini beliau lebih
sering tinggal di Yogyakarta karena berkaitan dengan jabatannya sebagai
Penasehat Sultan.
Semasa hidupnya beliau sangat anti belanda sehingga sampai akhir
hayatnya pun prinsip hidup ini tetap dipegang. Pada masa itu beliau dan
Tumenggung Sumodiningrat sempat terlibat perang dengan Belanda yang dibantu
Adipati Danurejo II (Penasehat Sultan yang ternyata penghianat).
Perselisihan yang paling besar terjadi ketik William Daendels
(Gubernunr Jenderal-Pemerintah Hindia Belanda) saat itu menetapkan hutan-hutan
di jawa termasuk wilayah Madiun menjadi milik Pemerintah Belanda, Hutan
tersebut akan ditebang dan diangkut ke Surabaya untuk membuat 20 kapal perang
Belanda.
Menurut buku “Sekitar Yogyakarta, karangan Dr. Soekanto yang mengutip dari buku “Aanteekeningen” diutarakan sebagai berikut :
Dalam Babad keturunan Prawirosentiko tertulis, bahwa Pangeran Dipokusumo diperintahkan oleh Sultan menangkap Bupati Wedono Ronggo Prawirodirjo III hidup atau mati; atas permintaan sendiri beliau dibunuh dengan tombak pusaka Kyai Blabar oleh Pangeran Dipokusumo dalam perkelahian pura-pura antara seorang melawan seorang. Demikianlah Raden Ronggo Prawirodirjo III menemui ajalnya sebagai korban Daendels, Van Broom dan Danuredjo II dengan politik Devide et impera.
Jenasah K.R.A.H Ronggo Prawirodirjo III dimakamkan di Banyu Sumurup
komplek makam Imogiri, pemakaman ini dipakai untuk mengebumikan orang-orang
yang bekhianat, berontak, atau anti terhadap penguasa, selama masih berasala
dari golongan sentono dalem (keluarga). Sepeninggal suaminya G.B.R.Ay Maduretno
sakit dan memilih dimakamkan di Gunung Bancak.
Setelah diusut oleh Sultan Hamengkubuwono II ternyata kejadian ini
berasal dari ulah Patih Danurejo II yang bersekongkol dengan Belanda. Atas
kejadian ini Patih Danurejo dihukum penggal di kraton yang kemudian dikenal
dengan nama ‘Patih Sedo Kedaton’, Ia kemudian dimakamkan di
Banyusumurup.
Atas pertimbangan keluarga pada bulan februari 1957 oleh Sultan
Hamengkubuwono IX Jenasah K.R.A.H Ronggo Prawirodirjo III dipindahkan makamnya
ke samping makam istriya di Gunung Bancak dan dinyatakan sebagai pejuang
perintis melawan penjajahan Belanda. [samuel]